Pengertian Hadits Mutawatir: Syarat, Pembagian, dan Contohnya

Pengertian Hadits Mutawatir – Mungkin sebagian orang sudah banyak yang tahu mengenai hadits mutawatir. Karena memang dalam hadits mutawatir memiliki banyak pengetahuan dan hal-hal penting yang bisa dipelajari didalamnya. Tujuan artikel ini hanya untuk menambah pengetahuan saja, supaya yang belum begitu paham tentang hadits mutawatir bisa lebih paham lagi akan pengertian hadits mutawatir.

Jika anda sering membaca artikel terbaru dari blog berdakwah.com. Sebenarnya Artikel ini masih berkaitan erat dengan artikel yang sebelumnya sudah pernah kami bagikan yaitu tentang pengertian hadits. Tapi untuk kali ini lebih berfokus kepada pengertian hadits mutawatir, syarat, pembagian dan contohnya saja. Untuk lebih jelasnya lagi silahkan simak ulasan berikut ini.

Pengertian Hadits Mutawatir

Hadits merupakan segala ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW yang dijadikan pedoman oleh para umatnya. Hadits memiliki banyak kategori, ada istilah kata hadits Mutawatir yaitu beruntunan atau berurut. Dalam pengertian lughat atau bahasa, hadits Mutawatir memiliki arti beriring-iringan atau berurut-urut, sedangkan menurut istilah hadits ini artinya:

suatu hasil tanggapan daripancaindera yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta.

Maksudnya dalam suatu definisi di atas adalah Hadits Mutawatir ini ada karena ucapan dari beberapa rawi yang berurutan dan mereka telah dipercaya oleh orang sekitar bahwa mereka tidak akan melakukan berdusta. Sehingga hadits Mutawatir memiliki tingkat keshohehanatau tingkat kebenaran yang tinggi. Sedangkan ada tanggapan orang yang dianggap tidak masuk dalam rawi Hadits Mutawatir adalah orang-orang yang memiliki sifat tercela dan berkenan berkumpul dalam hal membicarakan perkara yang dusta.

Hadits ini dapat dijadikan sebagai pegangan dasar kehidupan, karena banyak yang percaya kepada tingkat dari kebenarannya. Di zaman ini, termasuk golongan Nabi Muhammad, kita sebagai umatnya. Namun karena kita tidak hidup di zaman Nabi Muhammad ketika beliau masih hidup, maka jalan yang baik adalah kita harus yakin dan percaya kepada perawi haditsatau pembawa pesan-pesan Nabi atas tingkat kejujuran mereka.

Ada banyak cara hadits disepakati menjadi sebuah hadits yang ditetapkan tentang kebenarannya. Sehingga muncullah tingkatan-tingkatan hadits. Hadits Mutawatir sendiri dapat terbentuk melalui pendengaran perawi, adakalanya penglihatan perawi ketika Nabi Muhammad memilih untuk diam saat beliau melihat umatnya melakukan perbuatan tertentu. Juga memiliki banyak atau sedikitnya perawi. (Baca Juga: Pengertian Sanad, Matan, Rawi Hadits).

Syarat-Syarat Hadist Tergolong Mutawatir

Adapun ia menjadi Hadist Mutawatir harus melalui tinjauan beberapa syarat yang ada, di antaranya:

1). Hadist atau khabar yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut berdasarkan tanggapan (daya tangkap) pancaindera. Artinya, bahwa berita tersebut, benar-benar merupakan hasil pemikiran semata atau rangkuman dari beberapa peristiwa yang lain dan semacamnya. Dalam kata lain berita tersebut tidak didengar dan dilihat sendiri oleh perawinya. Sehingga yang tergolong hadist ini harus memiliki perawi banyak.

2). Bilangan Perawi mencapai suatu adat di mana mereka dapat dikategorikan mustahil untuk berdusta. Sehingga timbullah perbedaan pendapat di antara para ulama seperti di bawah ini:

  • Abu Tayib mengatakan bahwa sekurang-kurangnya perawi hadist Mutawatir adalah 4 orang, hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah beberapa saksi yang dibutuhkan oleh hakim.
  • AshabusSyafi’i mengatakan minimal perawi Hadist Mutawatir adalah 5 orang. Hal tersebut diqiyaskandengan jumlah para nabi yang mendapatkan gelar ulul azmi.
  • Sedangkan pendapat yang berikutnya adalah dari sebagian pendapat ulama yang menetapkan perawi hadist ini sekurang-kurangnya 20 orang. Hal ini didasari oleh ketentuan yang difirmankan oleh Allah tentang orang mukmin yang tahan uji. Mereka dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah 200 orang. (Surat Al-Anfal ayat 65).
  • Lalu sebagian ulama lain menetapkan jumlah perawi hadist Mutawatir ini sekurang-kurangnya 40 orang. Berdasarkan dengan firman Allah yang memiliki arti “ wahai Nabi, cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu)” dalam surat Al-Anfal ayat 64.

Di atas merupakan syarat-syarat yang diperuntukkan Hadist Mutawatir. Namun tidak banyak hadist yang dapat memenuhi kriteria seperti yang disebutkan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa tidak mungkin ada hadist yang dapat melalui syarat-syarat yang terlalu ketat. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hibban dan Al-Hazimi yang menyatakan “bahwa hadist Mutawatir tidak mungkin terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya” lalu Ibnu Salah mengatakan bahwa hadist Mutawatir ada namun jumlahnya sedikit.

Tapi hal ini tidak sesuai dengan bukti banyaknya hadist-hadist Mutawatir yang telah dibukukan. Buktinya dalam kitab-kitab masyhur dan ada beberapa kitab yang khusus membukukan atau menghimpun hadist-hadist Mutawatir. Contohnya Al-Azharual- Al-Mutanatsirahfial-Akhbarial- Mutawatirah, susunan Imam As-Suyuti (911 H), Nadmual-Mutasir Mina al-Hadistial-Mutawatir, susunan Muhammad Abdullah bin Jafar Al-Khattani (1345 H).

Pembagian Hadist-Hadist Mutawatir

Hadist Mutawatir memiliki pembagian kategori, di antaranya Hadist Mutawatir Lafzi, Hadist Mutawatir Maknawi, dan Hadist Mutawatir Amali. Penjelasannya terperinci sebagai berikut:

Hadist Mutawatir Lafzi

Para Muhaditsin memberikan pengertian Hadist Mutawatir Lafzi dengan “suatu hadist yang sama (mufakat) bunyi lafadz menurut para perawi dan demikian juga pada hukum dan maknanya. Ada juga yang mengartikan hadist Mutawatir dengan “suatu yang diriwayatkan dengan bunyi lafadznya oleh sejumlah rawi dari sejumlah rawi dari sejumlah rawi”

Contoh dari Hadist Mutawatir Lafzi adalah: “Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang berdusta atas namaku, maka hendaklah ia menduduki tempat duduk di neraka.”

Lalu dalam hadist tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa menurut salah satu tokoh Islam Abu Bakar Al-Bazzar yang mengatakan bahwa hadist tersebut diriwayatkan oleh 20 orang perawi, tetapi di dalam Kitab Manhaju Al-Muhadditsin, hadist tersebut diterima dari 200 sahabat.

Hadist Mutawatir Maknawi

Pengertian hadist Mutawatir Maknawi adalah hadist yang berlainan bunyi lafaz dan maknanya, tetapi bisa diambil dari kesimpulan maknanya atau suatu makna yang umum. Maksudnya di sini adalah hadist tersebut tidak dilihat dari perkataannya yang sama melainkan diambil dari kesimpulan yang sama dan makna yang umum.

Contoh hadist ini, “Rasulullah tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-doanya selain doa istisqo’ dan beliau mengangkat tangannya, sehingga nampak putih-putih kedua ketiaknya” (HR. Bukhari Muslim)

Hadis yang memiliki kesamaan makna seperti hadist di atas tersebut ada banyak, sekitar 30 buah dengan redaksi yang berbeda-beda.

Hadist Mutawatir Amali

Pengertian hadist Mutawatir Amali adalah sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari agama dan telah mutawatir di antara kaum muslimin bahwa Nabi melakukannya atau memerintahkan untuk melakukannya atau serupa dengan itu.

Bisa juga diartikan dengan sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan agama dan telah mutawatir antara umat Islam, bahwa Nabi SAW mengerjakannya, dan menyuruhnya, atau selain dari itu. Pengertian ini sesuai dengan ta’rifijtima’.

Contoh hadits Mutawatir Amali ini adalah kita melihat di mana saja bahwa salat Zuhur dilakukan dilakukan dengan jumlah rakaat sebanyak 4 rakaat dan kita tahu bahwa hal itu adalah perbuatan yang diperintahkan oleh Islam dan kita mempunyai sangkaan kuat bahwa Nabi Muhammad SAW melakukannya atau memerintahnya demikian.

Contoh lain Hadits Mutawatir Amali adalah tentang haji, tentang zakat, dan lain sebagainya. Hadits ini kesemuanya bersifat terbuka, dengan disaksikan banyak perawi.

Demikian penjelasan mengenai Hadist Mutawatir yang harus memiliki banyak perawi. Hadits Mutawatir merupakan salah satu jenis hadits jika ditinjau dari banyaknya perawi. Bahkan hadits Mutawatir sendiri memiliki banyak jenis. Baik itu Hadits Mutawatir Lafzi, Hadits Mutawatir Maknawi, ataupun Hadits Mutawatir Amali. Sekian dari kami dan terimakasih sudah membaca artikel yang singkat ini.

Tinggalkan komentar